Entri Populer

Senin, 09 Januari 2012

KERAJAAN YANG TIDAK TERONCANGKAN Bagian Kedua,Bergantung Sepenuhnya Kepada Tuhan


KERAJAAN YANG TIDAK TERONCANGKAN
Bagian Kedua,Bergantung Sepenuhnya Kepada Tuhan

Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi” – Kolose 3:2

Setelah kita menerima Kerajaan-Nya, kita harus sepenuhnya bergantung kepada kedaulatan-Nya. Oleh sebab itu, hal utama yang harus kita lakukan aalah menjadikan Dia sebagai fokus utama dalam segala aspek kehidupan kita. Caranya adalah dengan beribadah kepada Allah, menurut cara yang berkenan kepada-Nya seperti kehidupan bangsa Israel dalam Perjanjian Lama. Sebagai bangsa pilihan Allah dan menjadi sebuah kerajaan, hal yang diutamakan bangsa ini sampai saat ini ialah beribadah kepada Allah. Hal ini juga adalah gambaran dalam Perjanjian Baru, dimana Tuhan juga menekankan bahwa Kerajaan Allah, tidak terlepas dari ibadah yang berkenan kepada-Nya..
“Jadi, karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut.” – Ibrani 12:28.
Dalam PL. Ibadah selalu dikaitkan dengan korban persembahan. Bagaimana dengan PB? Sebenarnya, dalam PB juga demikian, tidak berubah. Hanya saja, korban persembahan-nya, sudah digenapi oleh Tuhan Yesus, yang adalah korban persembahan syukur yang sempurna dan tak bercacat cela, melalui pengorbanan-Nya di Golgota. Oleh karena itu, persembahan kita saat ini lebih dititik beratkan kepada penyembahan, disertai dengan ucapan syukur kepada-Nya. Sebuah persembahan yang mengakui, bahwa Dia telah mati dan dibangkitkan kembali oleh Bapa, dan menjadi pengantara pendamaian kita. Ini bisa dilakukan oleh etiap orang percaya, bukan hanya imam saja seperti di PL. Bukankah kita telah dilahirkan kembali dan menerima tugas sebagai imamat yang rajani? Penyembahan dalam PB lebih berbicara mengenai penyembahan perorangan (individu), bukan dalam kelompok. Sekalipun dalam prakteknya, juga bisa dilakukan dalam kelompok. Tapi ini hanya untuk menunjukkan persekutan dalam korporat.
Penyembahan pribadi yang menyukakan hati Tuhan, melibatkan beberapa hal, antara lain, mempersembahkan tubuh yang kudus, sebagai persembahan ibadah yang sejati, sebagaimana yang ditulis dalam Roma 12:1, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” Artinya, katika kita berkata bahwa kita adalah imam penyembah, tentulah bukan lagi diri kita sendiri yang hidup, melainkan kehidupan Kristus yang semakin nyata dalam diri kita.
Ada seorang remaja, setelah bertobat, dipulihkan dan menjadi ciptaan baru, dia hidup dalam panggilan Tuhan, yaitu sebagai pelayan bagi mereka yang mengalami gangguan jiwa. Dia melayani mereka seperti mengasuh anak kecil. Cacian, makian dan pukulan, sudah menjadi bagian hidupnya. Sekalipun tidak digaji, dia tetap melakukan panggillan itu. Hidupnya tidak berpusat pada “apa yang aku mau”, tetapi kepada “apa yang Tuhan mau’. Ini adalah sebuah penyembahan dalam ibadah yang sejati. Seringkali, kemauan Tuhan bertolakbelakang dengan kemauan kta. Yang penting adalah kita mau melakukan kehendak-Nya, sebagai persembahan tubuh yang kudus dan tidak bercacat cela.
Ketika melihat Dia mereka menyembah-Nya, tetapi beberapa orang ragu-ragu. Yesus mendekati mereka dan berkata: ‘Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi’.” – Matius 28:17-18. Ketika para murid menyembah, Tuhan mendekat dan menyampaikan firman-Nya. Ini berarti, penyembahan membuat kita menyatu dengan Tuhan  dan menerima pewahyuan dan kuasa dari Tuhan.Inilah yang menyebabkan penyembahan dalam PB menjadi kuat, karena manifestasi kuasa-Nya.
Gereja akhir zaman harus menyadari bahwa kuasa Tuhan kan diterima oleh gereja, ketika gereja membangun hubungan intim dengan Tuhannya, seperti yang dilakukan para murid gereja mula-mula sehingga kita melihat betapa dahsyatnya mujzat pada masa itu. Dalam penyembahan, sesungguhnya kita sedang menyatu dengan Tuhan dan  mengalami mujizat, sebagaimana seorang wanita yang disembuhkan dari sakit pendarahan. Ketika kita menyatu dengan-Nya, berarti kita sedang menerima impartasi kuasa-Nya. Kuasa itu untuk memperlengkapi kita melakukan pelayanan dan menjalankan perintah-Nya. Kuasa yang sama juga bekerja dalam diri kita dan mengerjakan apa yang menjadi kebutuhan kita.
Di taman Getsemani, Tuhan Yesus memberikan sebuah pengajaran penting kepada kita. Dia berkata, “Tidak sanggupkah kita berjaga-jaga dan berdoa satu jam saja? Hal ini menunjukkan betapa pentingnya bersekutu dengan-Nya, dalam penyembahan. Kita akan menerima kuasa-Nya, supaya kita kuatdalam menghadapi setiap tantangan kehidupan. Ketika wanita yang sakit pendarahan, menyentuh jumbai jubah-Nya, dia langung mengalami kesembuhan. Sebenarnya bukanlah sentuhan wanita itu pada jumbai jubah Tuhan Yesus, yang menyembuhkannya, melainkan ketika dia menyentuh jumbai jubah-Nya dengan iman, ada tenaga (kuasa) yang keluar dari Yesus, dan menyembuhkan wanita itu (renungkan Markus 5:28-30). Jumbai jubah, hanya sebuah media, jangan kita jadikan sebagai pusat penyembahan. Pribadi Yesuslah pusat penyembahan kita. Untuk itulah kita perlu belajar tentang penyembahan yang benar, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam pembahsan intisari buku Breaktrough Worship (Terobosan Penyembahan) dan Tujuh Prinsip Penyembahan. Diminta agar setiap leader dan anggota kamit merenungkan kembali artikel tentang intisari kedua buku tersebut, sebagaimana yang pernah dimuat dalam Psalm 21 News.
Singkatnya, penyembahan harus membawa kita untuk mengalami hal-hal di bawah ini, supaya kita mengalami pertumbuhan iman yang sehat. Sehingga iman yang sehat itu membawa kita ke dalam suatu hubungan yang intim dengan Tuhan. Hal-hal itu ialah:
1.      1. Mengalami transformasi diri yang berkesinambungan atau terus-menerus.
Sampai kita menjadi serupa dengan Tuhan.
2.    2.  Mengalami pertumbuhan Roh Iman yang militan, dengan keberanian seperti seorang pahlawan.
Namun karena kami memiliki roh iman yang sama, seperti ada tertulis: "Aku percaya, sebab itu aku berkata-kata", maka kami juga percaya dan sebab itu kami juga berkata-kata.” – 2 Korintus 4:13
3.     3. Mengalami kepekaan dengan kehadiran Tuhan dalam hidup.
Dalam setiap langkah, selalu merasakan kehadiran-Nya.
4.    4.  Mengalami kepekaan dengan suara Tuhan. (YES)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar